Selasa, 05 Juli 2011

"perempuan berdosa"


Tetapi Yesus pergi ke bukit Zaitun.  Pagi-pagi benar Ia berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya. Ia duduk dan mengajar mereka.  Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian.  Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?"  Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai  Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah.  Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Iapun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa , hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu. " Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah.  Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya. Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?"  Jawabnya: "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus: "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi  mulai dari sekarang." Yoh 8 : 1-11

Pasti setiap kita pernah mendengar cerita Firman Tuhan diatas, ntah di sekolah minggu waktu kita kecil atau mungkin khotbah di gereja waktu ibadah.
Ada dua pertanyaan yang terlintas di pikiran saya. Pertama, pernahkah kita bertemu sendiri dengan “perempuan berdosa” tersebut entah itu di tempat tinggal kita, ntah di tempat kerja kita, atau mungkin di tempat persekutuan kita dimana menurut pikiran kita di tempat itu seharusnya orang-orang yang tidak lagi berbuat dosa. Kedua, pertanyaannya apa yang akan anda lakukan jika “perempuan berdosa “ itu ada di dekat anda? Bisa saja ia adalah orang yang anda kenal, mungkin dia adalah sahabat anda atau keluarga anda. Apa yang akan anda lakukann??
Kita mungkin akan sangat mudah jatuh dalam hal menghakimi. Apalagi kalau saya boleh tambahkan dan jikalau kita sedikit berimajinasi, bayangkanlah jika “perempuan berdosa” tersebut setelah kejadian diatas dia malah berbalik marah-marah, berkata tidak sopan dan kemudian mencaci semua orang yang tadi akan menghujani dia dengan batu. Bagaimana perasaan kita? Masihkah  kita tetap menaruh batu kita ke tanah atau kita dengan geramnya akan mengambil batu itu kemudian melemparkannya sebagai pelampiasan emosi kita?
Mungkin Kata-kata yang akan keluar yaitu : “ Tidak tau diri “.
Saya belajar banyak melalui kejadian yang akhir-akhir ini baru terjadi. Ada Seorang yang kami tidak pernah duga sebelumnya melakukan sebuah pelanggaran hukum taurat yang cukup mengagetkan di mana hal itu terjadi di sebuah lingkungan yang berlabel kudus.
Semua tentang kronologis cerita , apa dan bagaimana hal itu terjadi secepat kilat bagai menggunakan kecepatan cahaya, tersebar dari mulut ke mulut bercerita tentang aib perempuan ini. Sekarang label perempuan ini adalah “perempuan berdosa”.
Jujur saya terkejut dan sangat terkejut mendengar berita tersebut dimana saya mendapatkan berita tersebut secara langsung dari pihak yang berkepentingan. Suasana seakan-akan ditambah parah dengan tulisan-tulisan si “perempuan berdosa” di jejaring social dan bbm nya yang sangat frontal dan jujur menakutkan. Hal tersebut menambahlah sisi negative untuk “perempuan berdosa” ini.
Saya tidak tau alasan terdalam mengapa dia bisa berbuat begitu bahkan diperparah dengan beberapa statusnya tersebut yang menurut saya kurang bijak. Dalam analisa saya mungkin perempuan berdosa ini sedang mencari pembelaan diri melalui tulisan dan koment dari teman teman jejaring social dia, atau mungkin inilah tempat pelampiasan keputus asaan dan kekecewaannya, atau mungkin dengan alasan yang lain yang tak saya ketahui.
Namun terlepas dari sisi sudut pandang si “perempuan berdosa” tersebut , hal itu sempat kami bahas ketika saya lagi bersama dengan seorang ibu.
Dan dengan lembut ibu itu hanya bertanya,
“Sudahkah kamu mendatangi dia secara pribadi dan berempati dengan dia serta merangkulnya kembali?!..”
Pertamyaan yang sederhana itu membuat saya merenung dan sekaligus malu. Selama ini saya hanya diam.. ya diam.. diam yang berarti tidak memusuhi dia dan juga tidak datang secara pribadi merangkul dia. Hanya diam di dalam comfort zone saya..
Sedangkan yang dia butuhkan adalah konfirmasi dia diterima kembali dan dikuatkan.
Saya jadi teringat kata-kata dia untuk pertama kali di depan umum karena sejak kejadian tersebut dia menarik diri untuk tidak berada di lingkungan yang sama dengan kami lagi. Dari setiap kata-katanya yang keluar adalah sebuah kata-kata tajam yang menunjukkan dia butuh arti nyata diampuni.
“Kami bukannya tidak mau mengampuni dia, kami mengampuni dia, tapi dia nya sendiri yang menjauhkan diri dari kami, bahkan mencaci maki kami di belakang kami”, ujar salah seorang temannya.
Saya bersyukur saya diizinkan Tuhan beada mengalami kondisi tidak enak ini dan ditegurNya melalui kejadian ini. 
Terlebih saya bersyukur Tuhan pernah berfirman melalui ayat diatas tadi. Ia tidak hanya mengeluarkan kata-kata saktinya yaitu "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa , hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu. " tapi Ia juga melakukan actionnya Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?"  Jawabnya: "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus: "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi  mulai dari sekarang."
Selain pengampunan dosa, “perempuan berdosa” itu mengalami penerimaan kembali, penguatan kembali dan sebuah nasehat yang berharga dari seorang Pribadi yang peduli dengan dia.
Di dalam perenungan saya, ke’diam’an saya bukannya sama saja seperti orang-orang Farisi itu. Hanya saja bedanya saya memegang batu tapi tidak mau digunakan untuk melempar dia. Tapi bukankah pointnya saya memegang batu untuk siap menghakimi dia.
Betapa mahalnya sebuah pengampunan dan penerimaan. Lebih mudah untuk mendapatkan pengampunan Bapa dari pada pengampunan dari anak sulung.
Terlalu mudah kita jatuh dalam hal ini dan sangat rentan, karena kita merasa diri kita bukanlah orang berdosa lagi, sehingga kita sangat mudah untuk menjatuhkan dan meremehkan orang yang berbuat dosa, Padahal kita lupa dahulu kita juga sama seperti perempuan ini, status kita sama, yaitu sama-sama perempuan-perempuan berdosa juga bukan? Dan kalaupun sekarang kita telah dibenarkan dan ditebus itu semata hanya karena Kasih Karunia, bukan usaha kita.
Walaupun..... walaupun imajinasi saya yang diawal tadi terjadi, saya rasa Tuhan akan tetap memberi pengampunanNya dan akan tetap berkata "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi  mulai dari sekarang."
Woww.. Betapa besar arti pengampunan tersebut.
* Saat itu saya sedih dan terharu. Dan saya tidak mau jadi seperti mereka, saya mau jadi seperti engkau ya Tuhan.. *
Tuhan, Tolonglah saya untuk tidak memegang batu, melainkan mengulurkan tangan untuk dapat memegang tangannya kembali. Walaupun saya tidak pernah tau apa yang akan terjadi berikutnya, mungkin saya akan ditusuk dari belakang, tapi saya sungguh – sungguh bersyukur saya punya teladan yang real seperti engkau yang menyatakan betapa berharganya arti sebuah pengampunan dan penerimaan kembali.

 -d^^-

sama tapi sangat berbeda

Pernahkah anda merasakan berada di sebuah tempat yang sama dengan suatu kegiatan yang sama tapi mengalami suatu perasaan yang berbeda  luar biasa?
Saya baru mengalami hal tersebut ntahlah apa yang telah terjadi..
Saya berada pada suatu gedung yang sama dengan lagu-lagu yang kurang lebih sama untuk dinyanyikan bersama, dengan jumlah keramaian orang yang hadir juga sama, dengan tujuan yang juga seharusnya sama yaitu memuji  Dia.
Tapi alhasil terjadi suatu perbedaan yang sangat luar biasa.
Jujur saya lebih menikmati ibadah yang kedua yang baru-baru saja ini daripada yang pertama. Bukan karena mood saya saat itu  yang lagi bagus. Saya sadar untuk hadir di ibadah yang kedua ini saya dan beberapa teman perlu berkeringat dan bersusah untuk berebut  naik  transjakarta yang berdesak-desakan, harus  pindah dari satu halte ke halte yang lain.
Hal ini sangat berbeda dengan perjalanan ke ibadah yang pertama , saya tinggal menunggu disuatu tempat yang tidak terlalu jauh dari tempat kos saya, kemudian datanglah kendaraan yang tidak akan membuat keluar keringat saya, saya tinggal duduk diam nan manis maka sampailah saya di gedung tersebut dengan nyaman dan ontime
Tetapi saya lebih bisa menikmati apa yang saya pujikan dan apa yang saya dengar dari awal hingga akhir hanya saya dapatkan di kondisi ibadah yang kedua.
Sesampai di kostan, saya lantas berpikir dan merenung apa yang terjadi dan kenapa saya bisa menikmati yang ini tadi daripada yang kemarin itu.
Dalam perenungan saya. Saya mendapati bahwa benarlah jika suatu ibadah persekutuan disiapkan dengan sungguh-sungguh dalam doa (bukan sekedar  ‘doa’) maka itu akan sangat mempengaruhi jemaat yang hadir.Saya sangat menikmati pujian-pujian yang dibawakan dalam liturgi untuk dinyanyikan bersama, saya juga sangat menikmati doa bersama untuk bangsa.
Saya tidak berkata bahwa kondisi ibadah yang pertama tidak disiapkan sungguh-sungguh. Tapi saya sangat merasakan perjuangan teman-teman dalam mempersiapkan ibadah yang kedua ini, daripada ibadah yang pertama. Dari ibadah yang kedua ini, saya mendapati orang-orang yang sungguh-sungguh rindu untuk mencari Dia dan mengenal Dia.
Aneh dan sungguh aneh.. padahal keduanya sama-sama berbau rohani berada di gedung ibadah yang sama dan memuji Allah yang sama tapi terdapat sebuah perbedaan yang sangat besar.
"Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah  mereka , tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu..." 2 Tim 3:5


-d^^-