Kamis, 26 Mei 2011

Belajar dari Kitab Ayub....

Beberapa bulan terakhir ini bahan sate saya dari kitab Ayub..
Siapa yang tidak kenal Ayub.. Kita pasti pernah mendengar namanya..

Kitab Ayub selalu diangkat ketika tema-tema renungan berupa penderitaan diberitakan. Hal itu tidaklah asing lagi bagi kita. Kitab itu berkaitan erat dengan yang namanya penderitaan. Namun setelah sebulan bersama kitab Ayub ternyata kitab tersebut tidak hanya seluas lingkaran penderitaan. Tetapi banyak hal yang saya pelajari dari kehidupan Ayub serta teman-temannya serta Tuhannya.

Ayub hidup pada zaman kuno dengan pengalaman yang pasti setiap orang zaman sekarang akan alami. Pengalaman Ayub menunjukkan bahwa penderitaan pasti akan dialami oleh siapa saja. Dan itu berkaitan dengan berbagai aspek, tidak selalu berkaitan dengan msalah dosa, tapi juga bisa berkaitan dengan campur tangan iblis.

Pengalaman Ayub banyak mengajarkan kita bagaimana seharusnya kita bersikap ketika sedang mengalami penderitaan. Sikap tabah dan tidak menyalahkan TUhan itulah kuncinya. Allah adalah Pencipta dan kita hanyalah ciptaanNya, Allah tak terbatas sedangkan kita sangat sangat terbatas. Kita bisa saja salah mengerti, tetapi Allah tidak bisa salah dalam setiap keputusanNya. Kita harus senantiasa meyakini bahwa Allah itu baik Gos is good.. walaupun tindakannya mugnkin tidak selalu kita mengerti. Pada umunya, kita baru bisa mengenal kebaikan Allah setelah suatu masalah selesai secara tuntas.

Kejadian Ayub juga mengingatkan setiap kita yang ingin menolong orang lain yang sedang menderita agar tidak cepat bicara mengambil kesimpulan, melainkan bersikap terbuka dalam mempertimbangkan segala kemungkinan. Janganlah cepat-cepat member nasehat yang menurut kita baik untuk orang itu dan ternyata itu adalah nasehat yang keliru. Bukannya menolong tetapi kita malah akan tambah menambah penderitaan orang tersebut. Jika kita belum benar-benar mengerti persoalan yang sedang dihadapi orang lain, sikap yang paling berguna adalah menutup mulut dan membuka telinga lebar-lebar. Sikap diam seringkali merupakan sikap yang paling menghibur dan bermanfaat untuk menolong orang yang paling menderita.

Seringkali kita suka member nasehat berupa pengalaman-pengalaman kita untuk orang yang sedang mengalamai penderitaan yang pernah kita alami. Tetapi perlu diingat juga bahwa situasi yang dihadapi setiap orang bisa berbeda-beda satu dengan yang lain sehingga kita tidak boleh menyamaratakan persoalan.

Semua bahan sate dari kitab ini sangatlah menarik buat saya. Namun ada satu hari yang sangat membuat saya kembali belajar

11 Mei 2011 Penghiburan Sialan Ayub 16-17
Penderitaan fisik, kehilangan keluarga, dan penghiburan teman-teman Ayub yang tidak tepat sasaran membuat Ayub semakin lama semakin kesal terhadap teman-temannya. Kekesalan tersebut akhirnya meledak dan Ayub menyebut teman-temannya sebagai “penghibur sialan” (16:2).
Ayub menganggap perkataan teman-temannya yang berniat menghibur itu hanyalah omong kosong (16:3) yang menambah beban penderitaan Ayub (16:7). Yang diperlukan Ayub bukanlah omong kosong, melainkan perkataan yang bernada menghibur dan mendorong dengan dilandasi oleh rasa empati (16:4-5). Keteladanan Ayub yang amat mengesankan adalah bahwa di tengah penderitaannya, Ayub tetap setia kepada Allah. Di satu sisi, Ayub merasa putus asa karena menganggap penderitaan yang dialaminya berasal dari Allah (17:11). Di sisi lain, dia tetap berharap kepada Allah (16:20-21; 17:3).
Bacaan Alkitab hari ini mengingatkan kita bahwa bila kita ingin menolong orang lain, niat baik saja tidak cukup. Kesombongan membuat kita sulit mendengar dan memahami orang lain, sehingga kemudian kita akan sulit menolong orang lain. Ingatlah bahwa perkataan yang sembrono, emosional, dan salah sasaran bukan hanya tidak bermanfaat, melainkan juga menambah beban penderitaan orang yang hendak kita tolong. Bila kita belum yakin bahwa nasihat yang akan kita sampaikan sudah tepat, lebih baik kita menahan diri dan hanya mendampingi orang yang sedang menderita tanpa mengatakan apa-apa. Sebaliknya, bila kita sedang mengalami penderitaan, kita harus tetap berharap kepada Allah. Kita harus selalu tetap yakin bahwa Allah itu adil dan berniat baik walaupun apa yang kita alami belum bisa kita pahami secara jelas. [P]
Roma 11:33-34
“O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah!

Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh

tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan?
Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?”



-d^^-
 

Loneliness (Kesepian)......... (1)


Ketika sedang menemani seorang teman untuk membeli sesuatu hal di toko buku Kristen. Saya menemukan buku ini. Pastoral Konseling Mungkin kedengaran agak “seram” tapi ternyata isi buku yang ditulis oleh Pak Yakub Susabda ini sedikit banyak membantu saya mengerti banyak hal.. dan sangat menarik sekali buat saya
Muncul ide iseng saya untuk merangkum beberapa bab dari buku ini yang berkaitan dengan hal-hal yang pasti akan terjadi dan sering kita temui di sekeliling kita..  :D
part 1... *hehehe
Loneliness (Kesepian)
Siapa yang tidak tau lagu ini  “Lonely.. I’m so lonely.. I have nobody….”  
Atau siapa yang tidak tau istilah ini “ Aku merasa kesepian walaupun berada diantara keramaian”
Yaa.. Loneliness atau kesepian seperti wabah yang pasti akan dapat dirasakan oleh setiap umat didunia ini. Apapun kedudukan mereka apapun status social mereka dan berapapun usia mereka. Bahkan isu dan berita bunuh diri bukankah sering kita dengar. Menurut survey presentase angka bunuh diri di dunia telah mencapai 100.000 orang per tahun (Wikipedia). Angka yang tidak kecil jika dirata-ratakan per hari.
Loneliness seringkali menjadi masalah yang serius, oleh karena loneliness tidak pernah menjadi masalah yang independent. Loneliness dapat menggejala dalam tingkah laku isolation, poor self-esteem, ketidakmampuan dalam berkomunikasi dan membangun hubungan yang erat dengan sesame, rendah diri, putus asa, seringkali mendorong orang yang bersangkutan untuk melakukan tindakan tindakan merugikan yang lebih lanjut, seperti keinginan bunuh diri, kecanduan obat terlarang dan lain-lain.
Apa itu Loneliness ?
Loneliness adalah pengalaman yang menyakitkan, dimana orang yang bersangkutan merasakan kekosongan jiwa sehingga tidak dapat lagi menikmati komunikasinya dengan orang lain. Ia bisa begitu sedih, putus asa, gelisah, khawatir dan ingin sekali dibutuhkan dan disayangi. Akibatnya seorang bisa tetap merasa begitu lonely meskipun di tengah orang-orang yang mengasihi dirinya. Bahkan merasa ditolak dan ditinggalkan.
Ada tiga macam Loneliness menurut Ahli jiwa Craig Ellison:
1.       Emotional – loneliness   : yang terjadi oleh karena orang yang bersangkutan mengalami kegagalan atau tidak mampu membina hubungan intim dan berarti dengan sesamanya. Akan dialami oleh orang-orang yang kekurangan teman atau mereka yang tidak mampu membina persekutuan.
2.       Social loneliness               : yaitu perasaan kesepian dan kekosongan jiwa yang timbul oleh karena merasa dirinya tidak berharga. Biasanya dialami oleh mereka yang mempunyai poor self image.
3.       Existential loneliness      : yaitu kesepian yang dialami oleh mereka yang kehilangan pegangan hidupnya, kehilangan hubungan dengan Allah sehingga hidupnya tanpa arah.
Apa yang Alkitab katakan tentang loneliness?
Alkitab tidak mengatakan bahwa loneliness itu dosa. Alkitab dengan jelas menyaksikan betapa orang-orang percaya seperti Musa, Yakub, Ayub, Nehemia, Elia, Yeremia, dll pernah mengalami apa yang disebut loneliness. Meskipun demikian Alkitab juga memberikan isyarat betapa loneliness menjadi bagian integral dari kehidupan manusia setelah manusia jatuh dalam dosa dan kehilangan persekutuan yang harmonis dengan Allah dan sesamanya (Kej 3: 8) Pulihnya hubungan dengan Allah dan sesama manusia menjadi dasar utama penyelesaian masalah loneliness ini.
Apakah Penyebab dari Loneliness?
1.       Masalah Sosial
·         Loneliness akan dialami oleh banyak orang yang oleh karena warna kehidupan zaman ini dimana perubahan-perubahan social begitu cepat telah menceraikan orang dengan sesamanya bahkan dari orang yang dikasihinya.
·         Masalah social yang menceraikan manusia bisa timbul oleh karena teknologi, mobility, urbanisasi, televise.
2.       Masalah pertumbuhan dan pembentukan pribadi
·         Ada kebutuhan dasar pertumbuhan dan pembentukan pribadi setiap orang yang harus dipenuhi atau kalo tidak ia akan mengalami loneliness dalam hidupnya (menurut Craig Ellison) yaitu Attachment (ikatan kasih), Acceptance (perasaan diterima), Acquiring Social Skill (memiliki kemampuan membangun hubungan social)
3.       Masalah psikis
·         Kecenderungan psikis dalam diri seseorang dangat menentukan muncul tidaknya perasaan loneliness dalam dirinya, misalnya : Low self – esteem (penilaian yang salah dan penghargaan yang kurang terhadap diri sendiri), Self – defeating Attitude ( sikap hidup yang merugikan diri sendiri)
4.       Masalah kondisi dan situasi kehidupan
Bagaimana menolong mengatasi Loneliness?
1.       Menyadari dan mengakui bahwa dia lonely.
2.       Mengenali penyebabnya.
3.       Menerima realita yang memang tidak dapat diubah lagi.
4.       Mengubah apa yang memang dapat diubah.
5.       Mengingatkan dan memperkenalkan akan sumber penghiburan, pengharapan dan kekuatan manusia yaitu Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus 
Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah Loneliness?
1.       Menciptakan kehidupan gereja yang mampu menghidupakn meaning of life dari setiap anggota jemaatnya.
2.       Menciptakan persekutuan Kristen yang sejati saling mengasihi, menasehati dan menghibur.
3.       Memberikan dorongan dan modal untuk membangun keluarga Kristen yang harmonis dimana anak-anak dilahirkan dalam lingkungang orang orang yang saling mengasihi dan hangat.
4.       Memberikan kebutuhan dan makanan rohani yang sehat.
(Sumber : Pastoral Konseling -PDt. Dr. Yakub Susabda-)

-d^^-

Senin, 23 Mei 2011

takut akan Allah..


 Sabtu minggu lalu..
Teman saya sempat memasang status di facebook miliknya dengan status berikut :
“Bukan apa jenis pekerjaannya yang menentukan apakah pekerjaan seseorang rohani atau sekuler, melainkan sikapnya. –A.W.Tozer-“

Setelah diingat-ingat ternyata itu status diambil dari buku KTB yang dimana besok kami akan KTB.. >.<” dan itu petanda kalau saya harus persiapan KTB.. -.-a
Alhasil saya sempatkan waktu untuk mempelajari bahan tersebut dan ayat yang diambil dari Nehemia 5 :14-19..

Betapa kagum dan bersyukurnya belajar teladan dari tokoh Nehemia..
Tuhan pilih dia dan Tuhan pakai dia untuk membangun kembali bangsanya..

Nehemia dulunya seorang juru minum raja (Neh 1: 11).. Apa sih peranan juru minum raja itu? Profesi itu sudah seperti kepercayaan raja yang paling dipercaya. Setiap kali minuman raja pasti di tester dulu sama juru minum ini kalo kalo ada racun maka juru minum yang akan dihukum terlebih dahulu. Jadi raja pasti sangat percaya sekali dengan dia.  Kalau kata caterin waktu KTB.. sudah seperti staf ahli presiden..

Nah di Nehemia 5 ini , Nehemia telah melepaskan pekerjaan juru minumnya itu dan sekarang menjadi bupati buat bangsanya. Menjadi seorang juru minum raja pastinya mendapatkan uang hasil kerjanya apalagi kerja di istana menjadi orang kepercayaan raja. Sekarang dia malah tidak mendapatkan uang yang padahal seharusnya bisa juga sih ia mendapatkan uang tapi ia tidak menggunakan kesempatan itu. Nehemia sangat berbeda dengan para pendahulunya yang mendapatkan sebanyak mungkin keuntungan dari kedudukan.

Pada zaman itu, menjadi bupati sudah sepantasnya mendapatkan upeti dan persembahan dari bawahan dan rakyat tetapi hal ini tidak dilakukan oleh Nehemia karena Nehemia tahu hal itu membebankan rakyat. Bahkan meminta bawahannya tidak mengambil dari rakyat melainkan di support oleh Nehemia sendiri, ia juga memberi makan 150 an orang-orangnya setiap hari selama dua belas tahun ketika ia diangkat menjadi Bupati. Padahal sesuai statusnya, ia berhak mendapat perlakuan khusus dari rakyat. Mereka wajib membayar upeti, apalagi Nehemia memerintah dengan penuh dedikasi. Namun, Nehemia tidak pernah mengambil jatah itu. Mengapa? Karena ia memahami bahwa "pekerjaan itu sangat menekan rakyat" (ayat 18). 

Pembangunan tembok Yerusalem menguras tenaga dan pikiran rakyat. Semakin Nehemia belajar mengerti kesusahan mereka, semakin ia tidak mau menuntut bagiannya. Kepemimpinan Nehemia adalah takut akan Tuhan (Nehemia 5:15). Nehemia tidak menyalahgunakan kekuasaan dan tidak mengambil keuntungan untuk kepentingan diri, menjauhi kecurangan, melalui jabatan dan senantiasa bertanggung jawab kepada Tuhan, karena dia takut akan Tuhan dan mencintai bangsanya.

Ketika merenungkan bagian ini saya jadi berpikir mengapa Nehemia berbuat sesuatu hal yang begitu berbeda dengan pemimpin lainnya?  Apakah Nehemia seorang yang tidak normal sehingga tidak menyukai harta? Ternyata sebuah hal yang simple yang bermakna dan berpengaruh Nehemia beritahukan kepada kita yaitu 'ia takut akan Allah' (15) dan ia mau mengidentifikasikan dirinya dengan penderitaan rakyat. Nehemia adalah contoh pemimpin mempesona, menakjubkan, jujur, dan berdedikasi tinggi.

Lantas bagaimana dengan kita? dengan negara kita?
Bukankah seringkali sikap serakah menyebabkan seorang pemimpin mendahulukan kepentingan pribadinya? Kehidupan Nehemia sebagai bupati bangsa yang sedang porak poranda menunjukkan sebuah kualitas bupati yang high quality.

Inilah yang dibutuhkan seorang pemimpin di bidang apa pun baik pemerintahan, perusahaan, gereja, lembaga pelayanan, maupun rumah tangga. Seorang pemimpin haruslah memiliki hati yang takut akan TUHAN, bukan pada manusia. Sehingga para pemimpin terutama pemimpin bangsa ini lebih memperhatikan kepentingan bangsa, kepentingan rakyatnya, bukan kepentingan pribadi.

Sebagai seorang pendidik di sekolah yang bernotabene Kristen sekalipun saya terus memohon kepada Tuhan agar para pemimpin sekolahan ini juga terus memiliki hati yang takut akan Tuhan, bukan kepada ‘pemimpin atasan’ sehingga setiap misi awalnya yang mulia terus diperjuangkan bukan memperjuangkan kepentingan pribadi individual.

Bahkan sebagai pendidik saya juga ditegur agar lebih mementingkan kepentingan anak didik saya ketimbang kepentingan saya pribadi, walaupun mungkin akan mengorbankan banyak hal-hal kenyamanan pribadi. Sebagai orang tua, kita pun harus  memberikan contoh kehidupan yang baik sebelum kita mengoreksi kesalahan anak-anak kita.

“Tetapi aku tidak berbuat demikian karena takut akan Allah.. Nehemia 5 : 15”


-d^^-