Jumat, 21 Oktober 2011

It's Grace and Mercy of God


Hari ini menjadi hari “eben heazer” saya. Hari peringatan yang pasti tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup saya. Suatu pengalaman yang sangat berharga untuk dapat saya lupakan.

Setelah kurang lebih 3 bulan berada di tempat baru ini. inilah saatnya untuk kami memasuki minggu-minggu UTS. Minggu yang penuh dengan hafalan, analisa dan buku dimana-dimana.
Hari ini hari dimana saya dan teman-teman harus menghadapi test kitab Lukas  dengan tipe soal yang kami tidak prediksi. Sebagaimana seharusnya sebagai mahasiswa kami belajar untuk bisa mempersiapkan diri kami menguasai kitab Lukas ini. Menghafal perikop demi perikop, menghafal hal-hal detail yang ada di kitab Lukas ini. Namun satu hal yang saya rasakan, begitu sulitnya untuk dapat memahami kitab Lukas ini. Ntahlah, mungkin banyak faktor yang mempengaruhi. Mungkin saya yang bergitu kelelahan karena sebelum-sebelumnya ada 2 test yang sedang saya persiapkan sehingga waktu untuk dapat belajar kitab Lukas ini sedikit, sehingga saya tidak terlalu mengerti. Atau memang kitab Lukas ini kitab yang sulit untuk saya mengerti karena rasanya kitab ini tidak sekronologis kitab Matius dan Markus yang rasanya lebih mudah untuk dipahami. Ini kitab Sinoptik yang paling panjang >.<” pusingg dah..

Waktunya mengikuti kuliah, setelah kuliah, jadwalnya untuk ulangan setelah makan siang.
Ketika belajar di kelas, dosen kami bertanya bagaimana persiapan kami untuk ulangan kitab Lukas nanti. Banyak komentar dari teman-teman, yang saya dengar kurang lebih merasakan  hal yang sama. *hehehe Walaupun mereka mengalami kesulitan yang berbeda masing-masing.
Hal yang membuat kami berrefleksi sewaktu kami belajar tentang perumpamaan Anak Yang Hilang (Luk 15) Banyak hal yang dibahas disana yang membuat saya secara pribadi kembali merenung dan berpikir. Untuk apa perikop itu ditulis di kitab ini?

Satu hal yang sangat menyentuh hati kitab ini ditulis Lukas karena Lukas ingin menyatakan bahwa anugrah keselamatan itu untuk universal. Namun kadangkala kita yang tidak pernah sadar diri. Ntah kita sebagai anak bungsu maupun anak sulung kita seringkali tidak SADAR DIRI bahwa betapa besar kasih Bapa buat anak-anak-Nya. Bapa lari ketika melihat anaknya yang “lost” itu baru saja kelihatan dari jauh si Bapa. Perumpamaan ini merupakan seakan-akan perumpamaan trilogy dengan perikop sebelumnya. Dimana betapa konsennya si gembala untuk meninggalkan 99 dombanya demi 1 domba. Bukan berarti kasih si gembala lebih besar ke 1 domba daripada 99 deomba. Tapi betapa yang hilang itu akan dicari-cari oleh gembala sampai ketemu. Yang hilang itu tidak akan dibiarkan gembala sendirian.
Kemudian dosen kami mengajak kami untuk melihat bagaimana “ketika Allah lari”.

Setelah melihat itu kami diajak berdoa bersama bersyukur akan Kasih Allah yang begitu besar  buat setiap kita, bersyukur kita yang tidak layak ini berada dalam kasihNya. Kemudian kami diajak berdoa untuk menyerahkan pergumulan kami masing-masing kepada Tuhan dan mempercayakannya kepada Tuhan karena kami tidak pernah sendirian.

Setelah itu dosen kami berkata “ulangan Lukas hari ini saya 100 kan semua dan selamat istirahat. Berjumpa minggu depan”.  sambil merapikan buku-bukunya.
.....……………………………………………………. * speechless

Tidak ada kata kata yang dapat keluar, semua shock, semua kaget, semua nangis seakan-akan tidak percaya.. *Mungkin ini ekspresi yang sama ketika Zakharia bertemu malaikat Tuhan ketika tugas imamnya (Luk 1 ) 
............Shocked, terkejut, tidak percaya, bersyukur plus nangis… *jadi satu semua.

Terlintas dalam pikiran saya “Tuhan inikah rasanya Anugerah? Inikah yang namanya Belas Kasihan?”
Dan kata yang keluar adalah “Thank You Lord. It is a Grace and Mercy for me.”
Melihat teman-teman semua ada yang nangis , ada yang shocked. Sedangkan saya sendiri juga seakan-akan masih kaget beneran bercampur syukur bercampur bahagia. Saya pulang kembali ke kost saya dengan sambil  termenung dan bertanya :

Tuhan ini bener-bener Anugerah, tidak hanya Anugerah lepas dari ujian Lukas, tapi kami bener-bener belajar apa itu artinya : Anugerah dan Belas Kasihan
Sambil jalan pulang ke kostan, saya sambil berpikir, apakah sebenarnya saya layak mendapatkan ini? toh ulangan saya tidak banyak-banyak banget, seharusnya masih bisa atur waktu dengan lebih bijak lagi. Apakah ini layak buat saya?

Sesampai di kost saya langsung masuk kamar dan berdoa. :
Sungguh bersyukur sekali ya Tuhan buat pembelajaran hari ini. Inilah Anugerah, ini benar-benar Anugerah. Bukan hanya Anugerah lepas dari ulangan Lukas, tapi ini Anugerah yang bagi saya, saya belajar arti sesungguhnya sebuah Anugerah. Ketika saya mencoba merenungkannya pada panggilan Tuhan, saya menjadi semakin malu dengan Tuhan. Sapa saya sehingga Ia mau panggil saya? siapa saya sehingga Ia mau pilih saya??. Siapa saya sampai Ia mau pakai saya???.  >.< Jika Tuhan mau pakai saya jadi alatNya itu semata-mata hanya Anugerah Tuhan dan Belas Kasihan Tuhan pada saya. Saya belajar semakin saya menyadari Anugerah Tuhan, semakin saya sadar bahwa saya sebenarnya tidak layak untuk Anugerah itu. Saya sangat tidak layak. Saya mendapatkannya hanya karena saya dilayakkan olehNya. Saya hamba dan Ia Tuan. *saya kudu sadar diri! Dan ketika saya coba renungkan dengan Anugerah keselamatan. Saya sadar bahwa saya adalah orang yang sebenarnya sangat tidak layak untuk mendapatkan itu. Jika saya dapat, itu semat-mata hanya karena belas kasihanNya. Sempat saya berpikir kenapa saya bisa dilayakkan Tuhan ya? Apa yang ada pada saya sehingga bisa diberikan belas kasihan tersebut? TIDAK ada!. Tidak ada satu kriteriapun yang dapat digunakan untuk menjawab itu. Itu karena Tuhan, Ya, saya dilayakkan itu karena Ia adalah Tuhan yang menganugerahkan belas kasihanNya.

Sungguh sungguh sungguh bersyukur ya Tuhan…  bersyukur untuk kembali dimengertikan akan arti ANUGERAH itu. Bersyukur dapat dilayakkan menerima Anugerah. Bersyukur jika saya punya Allah seperti Allah dengan pribadi dan KaryaNya yang luar biasa. 

Thank You Lord, it's only by Your Grace and Your Mercy...

-d^^-

Jumat, 09 September 2011

new chapter...


Dah lama  tidak masuk dalam tulis menulis.. hikss..  Padahal tugasku disini banyak menuntut tulis menulis.. -.-“
Wahh… tidak berasa juga dah sebulan saya berada di tempat baru ini, berada di kota yang baru dan ini untuk pertama kalinya mengalami berada di kota ini. Dengan suasana lingkungan yang baru, teman-teman yang baru, dosen yang baru, gereja yang baru, komunitas yang baru, kondisi yang baru juga… semua serasa baru disini..
Satu sisi menyenangkan dan menarik untuk dicoba, tapi satu sisi ini proses baru yang harus saya hadapi di kota baru ini.
Setelah satu bulan di nuansa lingkungan kondisi baru ini, saya semakin menyadari keadaan saya bisa berada di tempat ini semata-mata hanya anugrah Tuhan. Karna Ia izinkan saya berada di tempat baru ini.
Walaupun awalnya saya cukup shock >.< …  shock culture, shock college, shock dengan tugas yang buanyakk >.< shock dengan test quiz yang rutin akan dihadapi.. *dimana kondisinya ini otak dah 2 tahun hibernasi hiks hiks…  
Tapi sewaktu hari demi hari dilalui saya sadar saya tidak bisa sendirian dan saya tidak sendirian. Tetap ada tangan kasih Nya yang menuntun saya dan memimpin saya. Hari demi hari kalau saya bisa lewatin di kota yang malang ini, itu semata-mata hanya karna kasih Tuhan, anugrah Tuhan dan belas kasihabn Tuhan buat saya..
Lagu ini punya makna khusus dalam perjalanan hidu, untuk bisa berada ditempat ini dan lagu ini selalu mengingatkan saya bahwa Only by His hand He leadeth me until now.. just it!
He leadeth me, O blessed thought!
O words with heav’nly comfort fraught!
Whate’er I do, where’er I be
Still ’tis God’s hand that leadeth me.
# He leadeth me, He leadeth me,
By His own hand He leadeth me;
His faithful foll’wer I would be,
For by His hand He leadeth me.
 
Sometimes ’mid scenes of deepest gloom,
Sometimes where Eden’s bowers bloom,
By waters still, o’er troubled sea,
Still ’tis His hand that leadeth me.
Lord, I would place my hand in Thine,
Nor ever murmur nor repine;
Content, whatever lot I see,
Since ’tis my God that leadeth me.
And when my task on earth is done,
When by Thy grace the vict’ry’s won,
E’en death’s cold wave I will not flee,
Since God through Jordan leadeth me.

 
Really.. Great His Thy faithfulness… Thank you, Jesus.. ^^

 -d^^-

Selasa, 05 Juli 2011

"perempuan berdosa"


Tetapi Yesus pergi ke bukit Zaitun.  Pagi-pagi benar Ia berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya. Ia duduk dan mengajar mereka.  Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian.  Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?"  Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai  Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah.  Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Iapun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa , hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu. " Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah.  Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya. Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?"  Jawabnya: "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus: "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi  mulai dari sekarang." Yoh 8 : 1-11

Pasti setiap kita pernah mendengar cerita Firman Tuhan diatas, ntah di sekolah minggu waktu kita kecil atau mungkin khotbah di gereja waktu ibadah.
Ada dua pertanyaan yang terlintas di pikiran saya. Pertama, pernahkah kita bertemu sendiri dengan “perempuan berdosa” tersebut entah itu di tempat tinggal kita, ntah di tempat kerja kita, atau mungkin di tempat persekutuan kita dimana menurut pikiran kita di tempat itu seharusnya orang-orang yang tidak lagi berbuat dosa. Kedua, pertanyaannya apa yang akan anda lakukan jika “perempuan berdosa “ itu ada di dekat anda? Bisa saja ia adalah orang yang anda kenal, mungkin dia adalah sahabat anda atau keluarga anda. Apa yang akan anda lakukann??
Kita mungkin akan sangat mudah jatuh dalam hal menghakimi. Apalagi kalau saya boleh tambahkan dan jikalau kita sedikit berimajinasi, bayangkanlah jika “perempuan berdosa” tersebut setelah kejadian diatas dia malah berbalik marah-marah, berkata tidak sopan dan kemudian mencaci semua orang yang tadi akan menghujani dia dengan batu. Bagaimana perasaan kita? Masihkah  kita tetap menaruh batu kita ke tanah atau kita dengan geramnya akan mengambil batu itu kemudian melemparkannya sebagai pelampiasan emosi kita?
Mungkin Kata-kata yang akan keluar yaitu : “ Tidak tau diri “.
Saya belajar banyak melalui kejadian yang akhir-akhir ini baru terjadi. Ada Seorang yang kami tidak pernah duga sebelumnya melakukan sebuah pelanggaran hukum taurat yang cukup mengagetkan di mana hal itu terjadi di sebuah lingkungan yang berlabel kudus.
Semua tentang kronologis cerita , apa dan bagaimana hal itu terjadi secepat kilat bagai menggunakan kecepatan cahaya, tersebar dari mulut ke mulut bercerita tentang aib perempuan ini. Sekarang label perempuan ini adalah “perempuan berdosa”.
Jujur saya terkejut dan sangat terkejut mendengar berita tersebut dimana saya mendapatkan berita tersebut secara langsung dari pihak yang berkepentingan. Suasana seakan-akan ditambah parah dengan tulisan-tulisan si “perempuan berdosa” di jejaring social dan bbm nya yang sangat frontal dan jujur menakutkan. Hal tersebut menambahlah sisi negative untuk “perempuan berdosa” ini.
Saya tidak tau alasan terdalam mengapa dia bisa berbuat begitu bahkan diperparah dengan beberapa statusnya tersebut yang menurut saya kurang bijak. Dalam analisa saya mungkin perempuan berdosa ini sedang mencari pembelaan diri melalui tulisan dan koment dari teman teman jejaring social dia, atau mungkin inilah tempat pelampiasan keputus asaan dan kekecewaannya, atau mungkin dengan alasan yang lain yang tak saya ketahui.
Namun terlepas dari sisi sudut pandang si “perempuan berdosa” tersebut , hal itu sempat kami bahas ketika saya lagi bersama dengan seorang ibu.
Dan dengan lembut ibu itu hanya bertanya,
“Sudahkah kamu mendatangi dia secara pribadi dan berempati dengan dia serta merangkulnya kembali?!..”
Pertamyaan yang sederhana itu membuat saya merenung dan sekaligus malu. Selama ini saya hanya diam.. ya diam.. diam yang berarti tidak memusuhi dia dan juga tidak datang secara pribadi merangkul dia. Hanya diam di dalam comfort zone saya..
Sedangkan yang dia butuhkan adalah konfirmasi dia diterima kembali dan dikuatkan.
Saya jadi teringat kata-kata dia untuk pertama kali di depan umum karena sejak kejadian tersebut dia menarik diri untuk tidak berada di lingkungan yang sama dengan kami lagi. Dari setiap kata-katanya yang keluar adalah sebuah kata-kata tajam yang menunjukkan dia butuh arti nyata diampuni.
“Kami bukannya tidak mau mengampuni dia, kami mengampuni dia, tapi dia nya sendiri yang menjauhkan diri dari kami, bahkan mencaci maki kami di belakang kami”, ujar salah seorang temannya.
Saya bersyukur saya diizinkan Tuhan beada mengalami kondisi tidak enak ini dan ditegurNya melalui kejadian ini. 
Terlebih saya bersyukur Tuhan pernah berfirman melalui ayat diatas tadi. Ia tidak hanya mengeluarkan kata-kata saktinya yaitu "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa , hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu. " tapi Ia juga melakukan actionnya Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?"  Jawabnya: "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus: "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi  mulai dari sekarang."
Selain pengampunan dosa, “perempuan berdosa” itu mengalami penerimaan kembali, penguatan kembali dan sebuah nasehat yang berharga dari seorang Pribadi yang peduli dengan dia.
Di dalam perenungan saya, ke’diam’an saya bukannya sama saja seperti orang-orang Farisi itu. Hanya saja bedanya saya memegang batu tapi tidak mau digunakan untuk melempar dia. Tapi bukankah pointnya saya memegang batu untuk siap menghakimi dia.
Betapa mahalnya sebuah pengampunan dan penerimaan. Lebih mudah untuk mendapatkan pengampunan Bapa dari pada pengampunan dari anak sulung.
Terlalu mudah kita jatuh dalam hal ini dan sangat rentan, karena kita merasa diri kita bukanlah orang berdosa lagi, sehingga kita sangat mudah untuk menjatuhkan dan meremehkan orang yang berbuat dosa, Padahal kita lupa dahulu kita juga sama seperti perempuan ini, status kita sama, yaitu sama-sama perempuan-perempuan berdosa juga bukan? Dan kalaupun sekarang kita telah dibenarkan dan ditebus itu semata hanya karena Kasih Karunia, bukan usaha kita.
Walaupun..... walaupun imajinasi saya yang diawal tadi terjadi, saya rasa Tuhan akan tetap memberi pengampunanNya dan akan tetap berkata "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi  mulai dari sekarang."
Woww.. Betapa besar arti pengampunan tersebut.
* Saat itu saya sedih dan terharu. Dan saya tidak mau jadi seperti mereka, saya mau jadi seperti engkau ya Tuhan.. *
Tuhan, Tolonglah saya untuk tidak memegang batu, melainkan mengulurkan tangan untuk dapat memegang tangannya kembali. Walaupun saya tidak pernah tau apa yang akan terjadi berikutnya, mungkin saya akan ditusuk dari belakang, tapi saya sungguh – sungguh bersyukur saya punya teladan yang real seperti engkau yang menyatakan betapa berharganya arti sebuah pengampunan dan penerimaan kembali.

 -d^^-

sama tapi sangat berbeda

Pernahkah anda merasakan berada di sebuah tempat yang sama dengan suatu kegiatan yang sama tapi mengalami suatu perasaan yang berbeda  luar biasa?
Saya baru mengalami hal tersebut ntahlah apa yang telah terjadi..
Saya berada pada suatu gedung yang sama dengan lagu-lagu yang kurang lebih sama untuk dinyanyikan bersama, dengan jumlah keramaian orang yang hadir juga sama, dengan tujuan yang juga seharusnya sama yaitu memuji  Dia.
Tapi alhasil terjadi suatu perbedaan yang sangat luar biasa.
Jujur saya lebih menikmati ibadah yang kedua yang baru-baru saja ini daripada yang pertama. Bukan karena mood saya saat itu  yang lagi bagus. Saya sadar untuk hadir di ibadah yang kedua ini saya dan beberapa teman perlu berkeringat dan bersusah untuk berebut  naik  transjakarta yang berdesak-desakan, harus  pindah dari satu halte ke halte yang lain.
Hal ini sangat berbeda dengan perjalanan ke ibadah yang pertama , saya tinggal menunggu disuatu tempat yang tidak terlalu jauh dari tempat kos saya, kemudian datanglah kendaraan yang tidak akan membuat keluar keringat saya, saya tinggal duduk diam nan manis maka sampailah saya di gedung tersebut dengan nyaman dan ontime
Tetapi saya lebih bisa menikmati apa yang saya pujikan dan apa yang saya dengar dari awal hingga akhir hanya saya dapatkan di kondisi ibadah yang kedua.
Sesampai di kostan, saya lantas berpikir dan merenung apa yang terjadi dan kenapa saya bisa menikmati yang ini tadi daripada yang kemarin itu.
Dalam perenungan saya. Saya mendapati bahwa benarlah jika suatu ibadah persekutuan disiapkan dengan sungguh-sungguh dalam doa (bukan sekedar  ‘doa’) maka itu akan sangat mempengaruhi jemaat yang hadir.Saya sangat menikmati pujian-pujian yang dibawakan dalam liturgi untuk dinyanyikan bersama, saya juga sangat menikmati doa bersama untuk bangsa.
Saya tidak berkata bahwa kondisi ibadah yang pertama tidak disiapkan sungguh-sungguh. Tapi saya sangat merasakan perjuangan teman-teman dalam mempersiapkan ibadah yang kedua ini, daripada ibadah yang pertama. Dari ibadah yang kedua ini, saya mendapati orang-orang yang sungguh-sungguh rindu untuk mencari Dia dan mengenal Dia.
Aneh dan sungguh aneh.. padahal keduanya sama-sama berbau rohani berada di gedung ibadah yang sama dan memuji Allah yang sama tapi terdapat sebuah perbedaan yang sangat besar.
"Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah  mereka , tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu..." 2 Tim 3:5


-d^^-

Kamis, 16 Juni 2011

Mazmur 23

Mazmur Daud.

TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.
Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau,
Ia membimbing aku ke air yang tenang;
Ia menyegarkan jiwaku.
Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.
Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman,
aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku;
gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.
Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku;
Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah.
Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku;
dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.